Desember 15, 2008

Investasi dan kebijakan-kebijakan NSB tentang investasi asing

INVESTASI DAN KEBIJAKAN-KEBIJAKAN NSB TENTANG INVESTASI ASING

 

           Pemerintah NSB biasanya menggunakan berbagai kebijakan bersifat restriktif dan insentif bagi perusahaan-perusahaan asing. Kebijakan yang bersifat restriktif adalah : 

(1) prasyarat kinerja, 

(2) hukum “kejenuhan” (saturation), dan 

(3) pengendalian repatriasi laba. Sedang kebijakan yang rangsangan adalah insentif pajak.

           

Prasyarat kinerja biasanya ditetapkan untuk setiap industri. Misalnya, bagi TNC yang memasuki industri perakitan otomobil diharuskan meningkatkan kandungan lokal dari mobil secara progressive. Sedangkan mereka yang memasuki ekstraksi mineral diminta untuk melakukan investasi-investasi untuk industri pengolahannya di masa depan. Prasyarat kinerja ini biasanya ditetapkan untuk mencapai tujuan-tujuan NSB yang telah dibicarakan di muka yaitu lapangan kerja, alih teknologi, dan untuk kegiatan-kegiatan yang berorientasi ekspor, perolehan devisa.

           Kebijakan lain yang juga banyak dipakai (terutama di Amerika Latin dan Asia Tenggara), yang ditujukan untuk mempercepat proses alih teknologi yang lebih banyak, adalah desakan NSB terhadap para investor asing agar mencari mitra kerja lokal dengan membentuk usaha patungan (joint ventures). Prasyarat-prasyarat ini biasanya terkandung pada apa yang telah dikenal sebagai hukum kejenuhan (saturation laws), yang mengharuskan TNC agar menjual jumlah tertentu dari modalnya (biasanya 51 persen) untuk setiap proyek kepada pengusaha lokal. Tujuannya adalah agar mitra lokal dapat memantau teknologi yang masuk, mengambilnya, dan kemudian menerapkannya dalam perekonomiannya. Namun, banyak kerja sama dengan pola joint ventures merupakan pengaturan-pengaturan pro forma yang melibatkan elite-elite lokal yang dekat dengan penguasa politik yang kurang berminat dengan masalah-masalah bisnis. Dan kenyataannya, sering kali TNC yang menjadi bapak angkat menunjukkan keengganannya untuk melakukan difusi teknologi yang diinginkan oleh mitra lokalnya.

           Batasan-batasan lain yang biasanya diterapkan oleh NSB adalah batas maksimum repatriasi laba kepada perusahaan induk dan keharusan untuk menginvestasikan kembali sebagian laba negara tuan rumah. Batas maksimum repatriasi laba ditujukan untuk mengurangi aliran keluar dari sumber daya di NSB pada masa yang akan datang. Batasan-batasan seperti ini ditetapkan secara luas oleh NSB, khususnya di Amerika Latin dan di India. Di Kolumbia jumlah maksimum repatriasi laba oleh perusahaan kepada perusahaan induknya di luar negeri sampai 14 persen dari investasi pekerjaan Kolumbia ; Brasil membatasi sampai 10 persen dari modal yang tercatat. Di negara-negara lain, seperti Argentina dan Ghana,walaupun tidak secara eksplisit menyatakan persentase batas maksimum repatriasi laba, repatriasi tersebut dibatasi melalui sistem dibatasi melalui sistem devisa yang mereka anut.

 

Investasi

Investasi dalam ekonomi makro diartikan sebagai pengeluaran masyarakat untuk memperoleh alat-alat kapital baru. pengertian investasi secara umum adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang (Sunariyah, 1997:1). Investasi juga dapat diartikan berbagai cara atau upaya penambahan modal, baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan pada saatnya nanti pemilik modal tersebut akan mendapatkan sejumlah keuntungan yang diharapkan dari hasil penanaman modal tersebut (Tandelin, 2001:13).

Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang (Halim:2005). Umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu :

1.          Investasi pada asset-aset financial (financial assets)

Investasi pada asset-aset financial dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang. Investasi juga bisa dilakukan di pasar modal, misalnya berupa saham, obligasi, waran, dan opsi.

2.         Investasi pada asset-aset riil (real assets)

Investasi pada asset-aset riil dapat berbentuk pembelian asset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, pembukaan perkebunan, dan sebagainya.

Proses Investasi

Proses investasi menunjukkan bagaimana seharusnya seorang investor membuat keputusan investasi pada efek-efek yang dapat dipasarkan, dan kapan dilakukan. Untuk itu diperlukan tahapan sebagai berikut (Halim:2005):

Menentukan Tujuan Investasi

Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam tahap ini, yaitu: (a) tingkat pengembalian yang diharapkan (expected of return), (b) tingkat resiko (rate of risk), (c) ketersediaan jumlah dana yang akan diinvestasikan. Apabila dana cukup tersedia, maka investor menginginkan pengembalian yang maksimal dengan resiko tertentu. Umumnya hubungan antara resiko (risk) dan tingkat pengembalian yang diharapkan (expected of return) bersifat linier, artinya semakin tinggi tingkat resiko, maka semakin tinggi pula tingkat pengembalian yang diharapkan.

Melakukan Analisis

Dalam tahap ini investor melakukan analisis terhadap suatu efek atau sekelompok efek. Salah satu tujuan penilaian ini adalah untuk mengidentifikasi efek yang salah harga (mispriced), apakah harganya terlalu tinggi atau terlalu rendah. Untuk itu ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu (Halim:2005):

a.    Pendekatan fundamental

Pendekatan ini didasarkan pada informasi-informasi yang diterbitkan oleh emiten maupun oleh administrator bursa efek. Karena kinerja emiten dipengaruhi oleh kondisi sektor industri di mana perusahaan tersebut berada dan perekonomian secara makro, maka untuk memperkirakan prospek harga sahamnya di masa mendatang harus dikaitkan dengan faktor-faktor fundamental yang mempengaruhinya. Jadi analisis ini dimulai dari siklus usaha perusahaan secara umum, selanjutnya ke sektor industrinya, akhirnya dilakukan evaluasi terhadap kenerjanya dan saham yang diterbitkan.

b.    Pendekatan teknikal

Pendekatan ini didasarkan pada data (perubahan) harga saham di masa lalu sebagai upaya untuk memperkirakan harga di masa datang. Dengan analisis ini para analis memperkirakan pergeseran penawaran (supply) dan permintaan (demand) dalam jangka pendek, serta mereka berusaha untuk cenderung mengabaikan resiko dan pertumbuhan laba dalam menentukan barometer dari penawaran dan permintaan. Namun demikian, analisis ini lebih mudah dan cepat dibandingkan analisis fundamental, karena dapat secara simultan diterapkan pada beberapa saham.  

 

 

Membentuk Portofolio

Dalam tahap ini dilakukan identifikasi terhadap efek-efek mana yang akan dipilih dan berapa proporsi dana yang akan diinvestasikan pada masing-masing efek tersebut. Efek yang dipilih dalam rangka pembentukan portofolio adalah efek yang mempunyai koefisien korelasi negatif (mempunyai hubungan berlawanan). Hal ini dilakukan karena dapat menurunkan resiko.

Mengevaluasi Kinerja Portofolio

Dalam tahap ini dilakukan evaluasi atas kinerja portofolio yang telah dibentuk, baik terhadap tingkat pengembalian yang diharapkan maupun terhadap resiko yang ditanggung. Sebagai tolak ukur digunakan dua cara, yaitu: pertama, pengukuran (measurement) adalah penilaian kinerja portofolio atas dasar aset yang telah ditanamkan dalam portofolio tersebut, misalnya dengan menggunakan tingkat pengembalian. Kedua, perbandingan (comparison) yaitu penilaian bedasar pada perbandingan dua set portofolio dengan tingkat resiko yang sama.

Merevisi Kinerja Portofolio

Tahap ini merupakan tindak lanjut dari tahap evaluasi kinerja portofolio. Dari hasil evaluasi ini selanjutnya dilakuka nrevisi (perubahan) terhadap efek-efek yang membentuk portofolio tersebut jika dirasa bahwa komposisi portofolio yang sudah dibentuk tidak sesuai dengan tujuan investasi, misalnya tingkat pengembaliannya lebih rendah dari yang diisyaratkan. Revisi tersebut dapat dilakukan secara total, yaitu dilakukan likuidasi atas portofolio yang ada kemudian di bentuk yang baru. Atau dilakukan secara terbatas, yaitu dilakukan perubahan atas proporsi/komposisi dana yang dialokasikan dalam masing-masing efek yang membentuk portofolio tersebut.


 

 REFERENSI:

Halim, A.   (2005). Analisis investasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Sunariyah (1997), Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, UPPAMP YKPN, Yogyakarta

Tandelilin (2001), Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi 1, BPFE, Yogyakarta.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ingat..!!! Waktu akan terus berjalan.